Limo | jurnaldepok.com
Pelaksanaan Sita Eksekusi dan Konstatering (Pencocokan) yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri (PN) Depok atas lahan seluas 4.980 M2 di wilayah RT 02/05 Kelurahan Limo, Kecamatan Limo, mendapat perlawanan dari warga pemilik lahan yang tidak rela tanah dan bangunan miliknya di eksekusi oleh Pengadilan Negeri.
Salah satu ahli waris pemilik lahan, Lukman Hakim mengaku kecewa dan tidak mengerti mengapa PN Depok memaksakan pelaksanaan sita eksekusi.
Pasalnya, lanjutnya, saat ini pihaknya sedang melakukan upaya Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) atas putusan PN Depok nomor 22 /Pen.Pdt /Sita Eks / 2021 / PN Dok jo. nomor 275 / Pdt. G / 2018 / PN Dpk, Jo nomor 589 / Pdt / 2019 / PT. Bdg, jo nomor 422 K / Pdt 2021, jo nomor 289 / Pdt . Bth / 2022 / PN. Dpk, tanggal 27 Juli 2023.
“Kami selaku warga yang menjadi korban perampasan tanah tidak terima tanah kami di rampok, kami melihat banyak kejanggalan atas putusan Pengadilan yang memenangkan M. Husni Thamrin yang memegang sertifikat hak tanah nomor 6 tahun 1973 karena objek tanah sesuai di Akte Jual Beli milik M. Husni Thamrin lokasi tanah yang dibeli tercatat di RT 14 RW 05. Sedangkan lokasi lahan kami berada di RT 02/05, ini jelas salah objek, tapi mengapa PN Depok memaksakan juga pelaksanaan sita eksekusi di tanah kami, jelas kami para pemilik tanah keberatan dan kan terus melawan sampai ditegakkannya keadilan bagi kami,” ungkap Lukman.
Dikatakannya warga secara tegas penolakan warga pemilik tanah terhadap pelaksanaan sita eksekusi dan Konstatering lantaran tidak ada satu pihak pun yang menunjukkan batas tanah yang cocokan dengan data.
“Kami menolak sita eksekusi dan Konstatering dan tidak ada yang menunjukan batas tanah sehingga menurut kami sita eksekusi dan Konstatering ini cacat hukum,” imbuhnya.
Sementara pemilik asal sertifikat tanah nomor 6 tahun 1973, Muyamin Damin menolak menunjukkan batas batas tanah lantaran merasa dirinya ditipu oleh M. Husni Thamrin.
“Saya tidak menjual sertifikat itu kepada siapapun yang ada waktu itu saya minta tolong kepada Husni Thamrin untuk menyelamatkan sertifikat tanah kami di bank, tapi tau-tau sertifikat itu udah balik nama atas nama Husni Thamrin, saya sudah ditipu sama dia dan saya sudah layangkan gugatan terkait hal itu,” tegas Muyamin kepada Jurnal Depok, kemarin.
Disisi lain, kuasa hukum warga, Yacob T. Saragih mempertanyakan urgensi dari pelaksanaan Konstatering yang menurutnya lazim dilakukan sebelum ada putusan pengadilan.
“Setahu kami Konstatering itu dilakukan sebelum putusan sebagai bahan pertimbangan dan alat penguat bagi hakim untuk mengeluarkan keputusan atas kasus sengketa tanah, tapi ini malah dilakukan setelah putusan dikeluarkan, kami menduga hasil Sita Eksekusi dan Konstatering ini akan dijadikan data batas bidang tanah untuk dicatatkan di sertifikat, karena pada sertifikat nomor 6 tahun 1973 tidak ada keterangan batas tanah,” jelas Yacob.
Terpisah, Imam salah satu petugas juru sita PN Depok mengatakan, Sita Eksekusi dan Konstatering merupakan tindak lanjut dari putusan hakim yang mengadili perkara tersebut.
“Kami melaksanakan sita eksekusi dan Konstatering mengacu pada putusan pengadilan,” katanya singkat.
Pelaksanaan sita eksekusi dan Konstatering yang mendapat perlawanan dari warga pemilik tanah sempat berlangsung ricuh, terutama saat juru sita membacakan berita acara sita eksekusi yang ditolak oleh warga. Beruntung aparat dari Kepolisian sigap mengamankan situasi sehingga kericuhan tidak berlanjut pada perbuatan anarkis. n Asti Ediawan